menu melayang

15 September 2015

KASUS PRONA DESA MENDALAM TAK BERUJUNG PANGKAL

Pasuruan, tribunus.antara - Warga Desa Mendalan Kecamatan Winongan, mengeluhkan praktik yang dilakukan oleh oknum aparat desa dalam proses sertifikasi tanah pada progra
proyek nasional agraria (Prona) 2014, Meski dalam peraturan ditetapkan gratis akan tetapi panitia yang dibentuk pihak desa memungut Rp 900 ribu kepada warga.

Salah seorang warga desa Mendalan
Songko (44), semua warga yang mendapatkan Prona harus membayar terlebih dahulu kepada panitia mulanya tiap KK, di tarik 1, juta, lantas warga banyak yang keberatan ahirnya turun hingga 900rb per KK.   Sebagian uang warga yang sudah melunasi pungutan tersebut  lalu ada yang dikembalikan 100rb, dan bagi warga yang tidak protes tetap satu juta.

Saat awal dimulainya prona di desa Mendalan warga masyarakat yang tidak mampu membayar diperbolehkan mengangsur nanti apabila sudah jadi sertifikatnya. Sebanyak 250 kepala keluarga desa Mendalan pun terdaftar dalam program prona 2014. Ada yang bayar kontan satu juta, ada yang belum bayar tapi ada kesapakatan nanti sertifikat hak miliknya menjadi agunan di BRI cabang pembantu Winongan, perlu diketahui selaku bendahara panitiya Prona desa Mendalan adalah istri kepala desa Mendalan yang juga kepala cabang pembantu bank BRI di Winongan. Tak kurang 250 KK dari 7 dusun. Ratusan juta diraup panitya prona dana yang berasal dari warga.

Sekadar diketahui, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, masyarakat golongan ekonomi lemah sampai menengah difasilitasi membuat sertifikat tanah melalui program Prona. Biaya dalam pelaksanaan Prona ini ditanggung oleh APBN. Program prona adalah gratis dan ditujukan untuk mengurangi konflik pertanahan di wilayah pedesaan khususnya.
Fakta di lapangan berbicara lain, banyak warga yang mendapatkan Prona, tetapi  karena tidak mampu namun masih saja ditarik sejumlah uang dengan alasan kesepakatan bersama.  Ketua panitya prona Mendalan Kuswoyo,  Ari (istri kades Mendalan)  dan Any  sekretaris, serta  selaku wakil ketua adalah Solok yang juga BPD desa setempat. Prona 2014 desa Mendalan dimulai sekitar bulan Desember 2014. Namun hingga saat ini masih saja menimbulkan polemik bagi warga desa Mendalan.

Beberapa warga desa berniat akan melaporkan kasus Prona di desanya kepada aparat penegak hukum. Sebagian besar warga yang belum juga memperoleh Sertifikat Hak Milik atas tanahnya masih bingung harus ke mana lagi untuk bisa mencari keadilan.

 "Dulu bilang boleh diangsur, mas" kata Songko, namun kenapa saya waktu berniat akan mengangsur ke desa tidak diterima dan disuruh harus membayar langsung tunai sisa uang satu itu. Saya sudah bersedia untuk mengangsur satu juta rupiah, tapi sekarang kok tidak boleh. Sampai saat ini sertifikat saya masih ada di Balai desa" lanjutnya lagi. (gun)

Blog Post

Related Post

Back to Top

Cari Artikel