menu melayang

20 Maret 2021

Kehidupan Suku Tengger Pada Zaman Majapahit




Pasuruan | www.tribunus-antara.com,  Sejak awal kerajaan Hindu di Indonesia Pegunungan Tengger diakui sebagai tanah suci. Penghuninya dianggap sebagai abdi spiritual yang patuh dan disebut hulun (abdi) dari Sang Hyang Widhi Wasa. Hal ini dapat dipelajari dari prasasti Tengger yang pertama ditemukan berasal dari abad ke-10. Prasasti itu berangka tahun 851 Saka (929 Masehi) dan menyebutkan bahwa sebuah desa bernama Walandit.

Terletak di pegunungan Tengger, adalah tempat suci karena dihuni oleh hulun. Hal ini diperkuat pula dengan prasasti berangka tahun 1327 Saka (1405 M) yang ditemukan di daerah Penanjakan (desa Wonokitri). Prasasti ini menyatakan bahwa desa Walandit dihuni oleh hulun Hyang (abdi Tuhan) dan tanah di sekitarnya itu disebut hila-hila (suci) (Hefner, 1985:26). Oleh karenanya, desa tersebut dibebaskan dari pembayaran pajak.

Masyarakat Tengger mempunyai hubungan historis dengan agama Hindu. Hal ini tampak pula dalam hubungan antara nama Bromo dengan dewa Brahma dalam agama Hindu. Gunung Bromo dijadikan tempat pemujaan kepada Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewa Brahma dan digunakan sebagai tempat penyucian para arwah untuk bisa naik ke Kahyangan. Sedangkan lautan pasir (segara wedhi) digambarkan sebagai jalan lintasan bagi arwah manusia dalam perjalanan penyucian sebelum bisa naik ke Kahyangan.

Masyarakat Tengger mempunyai hubungan historis yang sangat erat dengan kerajaan Majapahit. Hal ini diperkuat pula dengan adanya berbagai alat upacara agama yang berasal dari zaman kerajaan Majapahit, yang sampai saat ini masih dipakai oleh para Pandita Tengger. Alat-alat itu antara lain prasen ‘tempat air suci terbuat dari kuningan bergambar patung dari dewa dan zodiak agama Hindu’.

Sebagian besar prasen yang digunakan di Tengger berangka tahun Saka di antara 1243 dan 1352. Saat itu adalah masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Kenyataan ini diperkuat pula dengan pengakuan penduduk masyarakat Tengger yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan Majapahit. 

Alat-alat ritual lain yang berasal dari Majapahit antara lain adalah baju antrakusuma, sampet dsb. Demikian pula menurut naskah yang berasal dari Keraton Yogyakarta yang berangka tahun 1814 M (Nancy), konon daerah Tengger termasuk wilayah yang dihadiahkan kepada Gajah Mada karena jasa-jasanya kepada keraton Majapahit. (sumber: berbagai sumber)

diedit tanggal  13 Mar 2017






Blog Post

Related Post

Back to Top

Cari Artikel