27 Desember 2017
Cara Bayar Pembebasan Tanah Tol Begaya Preman, Ketua Umum MPN Unjuk Suara.
TRIBUNUS-ANTARA.COM -
Pembebasan tanah tol di Dusun Adirogo, Desa Kedawung Kulon, Kecamatan Grati, mendapat kecaman keras dari Ketua Umum MPN (Majelis Pers Nasional). Menurut H. Umar Wirohadi, SH, MM, Ketua Umum MPN, tim pembebasan tanah tol yang ditunjuk oleh pemerintah harus mengedepankan azas keadilan. Jangan menggunakan aparat ala preman di lapangan. Baik aparat desa maupun aparat keamanan.
“Masyarakat sekarang beda dengan dulu di zaman orde baru. Kali ini masyarakat lebih pinter-pinter. Apalagi dibantu dengan dunia maya yang bisa dibuka kapan saja. Mereka cenderung tidak takut dengan gaya preman. Harapan saya, kalau memang pembebasan itu ada sosialisasi hendaknya dilakukan dengan transparan. Informasi apapun tidak usah ditutup-tutupi. Tujuannya supaya masyarakat mengerti,” tegas H. Umar.
Kata Umar, tim pembebasan tanah tol di kawasan Pasuruan – Probolinggo, mulai dari Gempol – Grati, ada kesan petugas tidak transparan. Sosialisasi yang digelar di tiap-tiap desa tidak terbuka. Masih ada informasi yang masih ditutup-tutupi. Yang disembunyikan, diantaranya, harga tanah dan bangunan serta ganti rugi tanaman standar tim tol.
Menurutnya, semakin ditutup-tutupi justru semakin merepotkan sendiri. Karena lambat laun masyarakat akan tahu. “Yang perlu diketahui, tim pembebasan tanah tol (P2T) jangan pernah menggunakan tangan-tangan aparat saat di lapangan. Paling bagus, tim P2T turun sendiri dan berhadapan langsung dengan para pemilik tanah. Sehingga dengan dimikian, tim P2T akan tahu apa permasalahan di lapangan,” tandas Umar.
Masih menurut Umar, yang terjadi di Dusun Adirogo, puluhan warga masih dikibuli dengan cara tidak terbuka. Contoh saja, soal tanda tangan. Mestinya warga diberitahu, apa yang ditanda tangani. Supaya masyarakat tidak tersesat seperti sekarang. “Setelah warga tanda tangan, tidak tahunya kertas yang ditanda tangani adalah kesepakatan harga tanah dan bangunan. Karuan saja warga marah karena masih merasa belum sepakat dengan harga yang ditawarkan pihak P2T. Tapi karena yang di lapangan menggunakan tangan aparat, karuan saja menjadi semakin ruwet,” paparnya.
Lain Umar lain pula dengan Nugrogo Tatag Yuwono, Ketua DPC LSM Jaga NKRI Pasuruan. Kata Tatag, aparat desa selama ini sering bermain-main dengan P2T. Aparat desa yang dipercaya di lapangan ternyata menggunakan cara lama, yaitu ala zaman orde baru. Warga ditakut-takuti dan diintimidasi. “Itu tidak benar. Mestinya kalau aparat desa mau lancar jalannya pembebasan itu, gunakan cara komunikasi yang baik.
Dengan pendekatan, kami yakin warga tidak akan marah. Aparat ojo gawe sak karepe dewe (Aparat jangan semaunya sendiri. Lindungi hak warganya, jangan malah orang ditakut-takuti hanya mengejar keuntungan banyak,” ungkap Tatag dengan mata merah.
Tatag menjelaskan, warga yang datang pada dirinya mengaku kalau pembebasan tanah untuk tol di kawasan Desa Kedawung Kulon, bakal ruwet. Pasalnya, warga tidak mau menerima harga tanah dan bangunan yang ditawarkan oleh para perangkat desa. Warga makin marah ketika mendapati tidak keadilan dalam pembebasannya. Tanah warga biasa dihargai murah, sedang tanah dan bangunan milik perangkat desa dihargai tinggi. (kadir)