
Aksi Kamisan tersebut bukan aksi demonstran akan tetapi aksi tersebut refleksi terhadap ingatan tragedi kemanusiaan yang sampai detik ini belum tuntas dan seakan akan negara memaksa regenerasi untuk melupakan sejarah gelap negara ini,"terang Dedyansah SH kepada media ini.
"Sebut saja tragedi kemanusiaan yang dilupakan oleh negara ,seperti Marsinah, Munir, Wiji thukul, dan Salim kancil," lanjut Dedyansyah. Dan sejarah Kamisan sendiri berawal dari kasus almarhumah WAWA pada tragedi Semanggi. Ketika ibu beliau ( wawa) menanyakan kasus anaknya yang tidak pernah selesai, sehingga ibu almarhumah WAWA bertekad untuk mencari keadilan dengan mendatangi setiap hari Kamis di depan Istana dengan payung hitam seorang diri," lanjut Dedy.
Berangkat dari peristiwa itu hampir semua aktivitas HAM di Indonesia mengangkat kasus tersebut seperti yang di gelar aksi Kamisan yang dilaksanakan di Pertigaan Garuda Pare Kediri, dan Kamisan itu sendiri hanya sebagai aksi refleksi merawat ingatan dan menolak lupa. "
Ini bukan demonstran mas," kata Deddy. Melaikan refleksi sebagai bentuk sikap kami nenyuarakan persoalan Hak Asasi Manusia/HAM yang terlupakan dan sampai detik ini belum pernah terselesaikan. (harry)