Probolinggo, TribunusAntara.com - Berita meninggalnya salah
seorang warga desa Rejeng Kecamatan Tiris Kabupaten Ptobolinggo
menggemparkan warga seisi desa. Tostaye alias Pak Badrun (55) yang ditangkap 27 Mei 2016 lalu dipulangkan sudah dalam kondisi menjadi mayat setelah ditangkap aparat
Kepolisian Polres Probolinggo 27 Mei 2016 lalu. Kematian Tostaye yang
menurut keluarga tidak wajar inilah kemudian membuat keluarga korban
menginginkan pihak Kepolisian untuk memberikan penjelasan terkait
Tostaye yang meninggal ditahan di sel tahanan Polda
Jatim.
Kronologi penangkapan yang berhasil dihimpun dari keterangan saksi,
keluarga dan tetangga korban, serta perangkat desa setempat menyebutkan
bahwa pada tanggal 27 Mei hari Jumat sekitar pukul 04.00 Polisi yanh
berjumlah sekitar 15 orand mendatangi rumah TohTaye (55) alias pak
Badrun warga desa Rejeng kecamatan Tiris Kab Probolinggo. Setelah
mengetuk pintu, Polisi lalu meminta Tostaye agar bersedia ikut untuk
membantu Polisi mencari kawanan maling sapi. Setelah itu korban dibawa
pergi oleh petugas Kepolisian yang datang mengendari dua mobil yang
diparkir agar jauh dari rumah Tostaye. Badrun anak semata wayang korban (Tostaye) dan keponakan
korban tak menaruh curiga apapun karena Polisi saat itu meminta bantuan
orang tuannya korban untuk menangkap pelaku pencurian sapi. Selain
membawa pergi korban Polisi juga membawa satu unit sepeda motor Honda
tipe Vario milik korban di rumahnya
Selang dua hari, petugas dari Kepolisian mendatangi rumah
korban. Tujuan kedatangannya adalah memberikan surat perintah
penangkapan terhadap Korban (Tostaye alias pak Badrun) kepada keluarga.Selain menyerahkan surat penangkapan Polisi juga membawa
sepeda motor Honda Revo milik korban. Anak korban dan keluarga lalu
menyerahkan kunci dan motor tersebut kepada petugas.
Berita atas kematian Tostaye diterima oleh keluarga korban
pada hari Jumat 23/05 bahwa Tohtaye alias pak badrun telah meninggal
dunia di tahanan Polda Jatim. Keluarga tidak diberitahu sebab-sebab dari
meninggalnya korban. Namun Kades setempat mendapat pemberitahuan
sebelumnya bahwa Korban koma dan tak sadarkan diri melalui sms tanpa
nama di handphonenya. Kades lalu memberitahukan kepada Keluarga dan
kerabat korban.
Esoknya Sabtu setelah mendengar kabar korban sudah
meninggal, pihak keluarga diminta Polisi untuk datang ke Surabaya untuk
menjemput jenazah. Pukul 10 malam dengan menggunakan mobil pinjaman 2
orang dari keluarga korban menuju Surabaya, namun sial ditengah perjalan
sekitar Nguling kabupaten Pasuruan ban mobilnya meletus. Saat menunggu
perbaikan mobil tersebut adik korban dan keponakannya lalu disodori
selembar kertas yang ditulis tangan, surat tersebut menurut keterangan
keluarga/Kholi ternyata surat pernyataan atau surat ijin keluarga untuk
dilakukan Outopsi terhadap jenazah pak badrun alias Tohtaye.
Setiba jenazah Minggu 26/06 menimbulkan jerit tangis istri,
anak serta keluarga Tostaye. Keluarga amat menyayangkan meninggalnya
almarhum yang begitu tiba-tiba. Nampak istri korban menangisi jasad
suami yang sudah menjadi mayat, Lukman anak korban dan semua keluarga
tidak menerimakan kematian ayah, suami serta saudara yang dicintainya.
Salah serang kerabat korban menuturkan bahwa semasa hidup korban amat
menyintai keluarga dan tidak pernah berbuat yang macam-macam seperti
yang dituduhkan Polisi. Setiap hari korban pergi mencari bekicot untuk
dijual lagi kepada seseorang.
Pihak keluarga juga menyangkal bila korban dinyatakan oleh
Polisi sebagai pelaku pembunuhan di wilayah Tegal Siwalan Probolinggo
beberapa waktu lalu. Keluarga melalui kuasa advokasinya Andy Faizal, SH akan
mencari keadilan untuk almarhum.
Andy Faizal menyayangkan penangkapan terhadap Almarhum
tanpa SOP dan petugas Kepolisian bekerja tidak sesuai dengan KUHAP. "
Orang diambil sehat wal afiat lalu dipulangkan sudah dalam keadaan
meninggal dunia," kata Andy. Dan pihaknya sebagai kuasa hukum.akan
menuntut pertanggung jawaban Kepolisian Republik Indonesia atas
meninggalnya Tostaye di sel tahanan Polda Jatim. Kalau memang yang dituduhkan adalah pasal 340 tentang pembunuhan, lalu kini apakah Polisi berani menerapkan pasal yang sama dengan yang dialami oleh korban.
( nugroho)