Rohana Kudus lahir di Koto Gadang, Sumatera Barat pada 20 Desember 1884. Kiprah Rohana pada masanya sangat menginspirasi perempuan-perempuan Indonesia yang menekuni dunia pers sekarang ini. Ia adalah seorang pejuang sekaligus perintis pers nasional dan wartawati (jurnalis) pertama di Indonesia. Rohana kecil tidak pernah mendapatkan pendidikan formal, namun semangat belajarnya sangat berkobar. Ia banyak belajar dari mebaca buku-buku dan majalah Belanda serta menguasai berbagai keterampilan.
Berbekal semangat dan pengetahuan yang dimilikinya itulah pada 11 Februari 1911, Rohana mendirikan sekolah keterampilan khusus bagi perempuan di kampung halamannya yang bernama “Sekolah Kerajinan Amai Setia”. Di sekolah ini, Rohana membagi kemampuannya dengan mengajarkan berbagai keterampilan untuk perempuan, keterampilan mengelola keuangan, baca dan tulis, budi pekerti, pendidkan agama Islam dan bahasa Belanda. Salah satu keberhasilan Rohana adalah pada 10 Juli 1912, ia menerbitkan surat kabar perempuan pertama di Sumatera Barat bahkan yang pertama di Indonesia, yang diberinya nama “Sunting Melayu”, dimana pemimpin redaksi, redaktur dan penulisnya semuanya adalah perempuan.
Istri dari Abdul Kudus ini pun kembali mendirikan sekolah yang bernama “Rohana School”. Sepanjang hidupnya, Rohana menghabiskan waktunya untuk belajar dan mengajar dan membuatnya memiliki wawasan yang luas. Perempuan yang fasih berbahasa Belanda ini, selain sering menghasilkan kerajinan, ia juga aktif menulis puisi dan artikel yang sering dimuat di surat kabar. Banyak petinggi Belanda yang kagum atas kemapuan dan kiprah Rohana. Kiprah Rohana menjadi topik pembicaraan di Belanda.
Berita perjuangannya ditulis di surat kabar terkemuka dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatera Barat. Atas kiprahnya itu, ia pun sukses meraih penghargaan sebagai Wartawati Pertama Indonesia (1974), mendapat pengukuhan bahwa ia sebagai Perintis Pers Indonesia dari Menteri Penerangan Indonesia pada Hari Pers Nasional ke-3, 9 Feburari 1987. Terakhir, pada tahun 2008, atas jasa-jasa Rohana, pemerintahan Indonesia menganugerahkan Bintang Jasa Utama. Rohana juga telah menawarkan konsep emansipasi di mana Rohana tidak menuntut persamaan hak perempuan dengan laki-laki, namun lebih pada pengukuhan fungsi alamiah perempuan itu sendiri menurut kodratnya.
Untuk dapat berfungsi sebagai perempuan sejati sebagaimana mestinya yang juga butuh ilmu pengethauan dan keterampilan sehingga pendidkan diperlukan juga bagi perempuan. Rohana meninggal pada 17 Agustus 1972 saat berusia 80 tahun. Beragam kegiatan yang berorientasi pada pendidikan, jurnalistik, bisnis dan bahkan politik mengisi
source: www.kompasiana.com
28 Oktober 2016