Hayam Wuruk dari Majapahit disebutkan dalam syair 17 bait 7 baris satu dan dua kemudian syair 17 bait 10 baris I sebagai berikut: "Ndan ring caka cacangka naga rawi bhadrapadamasa ri bambwa ning wulan, sang criajasanagara mahasahas ri Lumajang angitun sakhendriyan, tambening kahawan winnarna ri japan kuti-kuti hana sakrbah.
Terjemahannya: Tahun C 1281 (1359 M) bulan Badrapa (Agustus / September) bulan paro terang mulai tampak. Baginda Rajasanagara mengadakan lawatan ke Lumajang, memperhatikan segala yang dilaluinya. Pertama yang disinggahi adalah "Japan" dengan asrama dan candi-candi dalam keadaan rusak.
Sekembalinya dari perlawatan syair 58 bait 2 baris 3 menyebutkan: "Praty amegil ri Japan nrpati pinapag ing balangghya datang, Artinya: Tiba diperistirahatan Japan, barisan tentara datang menjemput baginda.
Dalam terjemahan Javanologi hasil kerjasama Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara dengan perwakilan Koninklijk Institut Voor Taal, Land, en Volkenkunde, de Graaf banyak mengutip penuturan sejarah di Jawa dari Babad Tanah Jawi dan lain-lain. Diantaranya yang menyangkut kawasan daerah Japan adalah sebagai berikut:
Jaman Pemerintahan Panembahan Senopati
Pada tahun 1589 M sudah terjadi pertempuran antara pasukan Mataram dan pasukan Surabaya. Raja-raja Jawa Timur dibawah pimpinan Pangeran Surabaya dan Senopati Mataram berhadapan muka di medan pertempuran dekat Japan (Kejapanan)
Jaman Pemerintahan Sultan Agung, terjadi serangan kedua dilakukan oleh Adipati Japan berakhir dengan kekalahan total bagi pihak sekutu (P
ersekutuan raja-raja Jawa Timur) saat itu. Dalam pertempuran itu, Adipati Japan gugur setelah melakukan perlawanan atas perintah Raja Mataram yang memuji atas kepahlawanannya,
Adpati Japan dimakamkan di Butuh di sebelah raja Pajang. Kematian dan pemakaman Adipati Japan pada Babad Tanah Jawi tertulis candra sengkala: Resi Guna Pancaning Rat (Orang bijaksana adalah kecerdasan lima dunia) yang berangka 7351 atau tahun Jawa 1537 atau 1615 Masehi 31.
Mengenai pertempurannya sendiri, Jan Pz. Coen menulis pada 31 Maret 1616 M di Banten berdasarkan berita dari Jepara yang diterimanya pada 1 Pebruari 1616 M, menyatakan bahwa yang disebut Mataram dalam satu pertempuran telah menaklukan semua lawan, yaitu Raja-raja dari timur Jawa. Juga penentuan tanggal, berdasarkan keterangan bahwa surat tentang pertempuran ini bertanggal 1 Pebruari 1616 M, maka pertempuran tersebut tidak mungkin terjadi jauh lebih dahulu, jadi kira-kira bulan Januari 1616 M. Dalam hal ini keraguan sumber-sumber Jawa yang menyebut tahun 1615 M dan 1616 M dapat dimengerti sepenuhnya.
Dalam tulisan SEKITAR JOGJAKARTA 1755M - 1825M, dinyatakan bahwa Japan dipandang dari sudut Ilmu Pemerintahan (Staat Skundig) tampak menduduki posisi kunci meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit. Diantaranya dinyatakan: Dengan perjanjian Giyanti 13 Pebruari 1755 M, antara Mangkubumi yang telah diangkat sebagai Sultan Hameng Buwono I di Jogjakarta dan pihak kompeni Belanda (VOC). Telah dicapai persetujuan pembagian wilayah kekuasaan kerajaan Mataram semula, menjadi dua yaitu daerah-daerah yang diperuntukkan bagi Kesultanan Kartasura dan bagi Kesultanan Yogyakarta.
Diantaranya daerah Wirasaba (Mojoagung sekarang) untuk Kesultanan Surakarta, sedang daerah Japan (Pasuruan) untuk Kesultanan Yogyakarta. Perjanjian 1 Agustus 1812 M antara Hamengku Buwono III dan Gupememen Inggris (Raflles) di lapangan pemerintahan, Sultan menyerahkan daerah Japan dan beberapa daerah lainnya kepada Inggris.