PASURUAN : Menyusul
ditolaknya laporan keluarga MM (13) siswi SDLB Winongan, yang ditiduri tetangga
oleh petugas PPA Sat Reskrim Polres Pasuruan, kini kasusnya diambil alih
Kapolres Pasuruan AKBP M. Aldian, SIK,MM. Kapolres memerintahkan langsung Kasat
Reskrim AKP Khoirul menanganinya. Sementara kepada kelua
rga korban, Kapolres minta
supaya hari Rabu (13/12/2016) langsung menemui ke Kasat Reskrim supaya
laporannya ditindak lanjuti.
“Besok
langsung ke Kasat Reskrim dan yakinkan adik kita (maksudnya : korban) itu agar
mau divisum karena itu sangat penting. Hasil tes kehamilan melalui urine hasil
negative. Untuk visum tetap mutlak diperlukan untuk pembuktian pencabulannya.
Besok dengan ortunya (Orang tuanya) langsung ke Kasat Reskrim. Monggo...,” kata
Kapolres kepada media ini melalui sambungan selularnya.
Kapolres
membantah kalau laporan keluarga korban sempat ditolak oleh petugas PPA. Kata
Kapolres PPA bukan tidak mau menerima laporan tapi korban yang menolak untuk
divisum. Sekarang tugas guru yang bersangkutan (maksudnya, korban) bagaimana caranya
agar korban mau divisum. Lanjut Kapolres, karena hasil visum sebagai dasar petugas
PPA untuk menerbitkan LP (Laporan
Polisi) dan menindaklanjuti penyidikannya.
Pernyataan
Kapolres ini dibantah keras oleh keluarganya. Pasalnya, keluarga korban merasa
dtolak mentah-mentah oleh Kanit PPA Iptu Yamani. Keluarga korban yang diiyakan
guru SDLB siswi tersebut, menjlentrehkan kronologisnya. Sekitar sepekan lalu,
keluarga korban (korban, kakak kandung, ayah kandung dan guru) mendatangi
Polres Pasuruan di Bangil. Tujuannya untuk melaporkan MM, tetangganya sendiri
yang dituding meniduri MM, siswi SDLB Winongan. Korban sendiri mengalami tuna
graita sejak kecil.
Sampai
di PPA, laporan korban ditolak dengan alasan korban menolak divisum. Padahal
pengakuan keluarganya, korban bukannya tidak mau divisum, tapi saat kemaluannya
disentuh dokter korban histeris. Menurut guru dan anggota keluarganya masih ada
trauma pada diri korban. Karena berontak itulah akhirnya diputuskan untuk
pulang dan urung visum.
Hari
Jumat awal bulan Desember, keluarganya kembali membawa korban untuk melapor.
Kali ini ditolak oleh Kanit Yamani. Alasannya, karena keluarga tidak memberi
surat laporan informasi tertulis. “Jadi kali ini ditolak karena keluarga tidak
membuat surat laporan informasi tertulis kepada petugas. Karena memang kami tidak
membuat surat itu, maka kami putuskan untuk pulang,” jlentreh Abdul Ghofur,
kakak kandung korban kepada awak media ini.
Seperti
diberitakan Tribunusantara.com sebelumnya, kasus dugaan pelecehan seksual
yang dilakukan oleh Sholeh (45) warga Desa Winongan Kidul, Kecamatan Winongan,
Kabupaten Pasuruan, pada bocah sebut saja MM (13) siswi SDLB Negeri Bandaran lll, terkatung-katung. Pihak
keluarga yang melaporkan kasusnya ke petugas Unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) Polres Kabupaten Pasuruan, tidak diterima. Alasannya,
pelapornya bukan orang tua korban sendiri dengan dibuktikan dengan buku nikah
berikut keterangan dari pihak desa.
Upaya
terus dilakukan untuk bisanya laporan tersebut diterima petugas, kali ini
korban diantar oleh kakak kandungnya dengan didampingi oleh seorang Guru SDLB,
datang lagi ke kantor PPA di Mapolres Pasuruan di Bangil. Tapi faktanya juga
ditolak dengan alasan Abdul Ghofur, kakak korban masih dibawah umur. Memang,
Abdul Ghofur sendiri masih berumur 16 tahun. (kadir zaelani)